Sabtu, 05 Oktober 2013

Diaspora Indonesia Sukses di Negeri Seberang


Dalam bagian sambutan pembukaan Kongres Diaspora Indonesia (CID) II di Jakarta Convention Center, Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono menyebut satu nama yang menginspirasi dirinya yaitu Sri Mulyani Indrawati. Sosok yang mengorbit namanya sebagai pengamat ekonomi dan Menteri Keuangan RI pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1, kini merupakan orang nomor dua di Bank Dunia yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Beliau adalah satu-satunya Indonesia yang popularitasnya pernah masuk dalam jajaran 100 perempuan paling berpengaruh di dunia.
Sosok Sri Mulyani yang begitu kokoh dapat dimaklumi karena memiliki garis keturunan dengan pelajar pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia pasca Prokalamsi 17 Agustus 1945, yaitu Retno Sriningsih. Secara kebetulan, ibu kandung Sri Mulyani itu adalah pelajar Sekolah Guru Putri Yogyakarta yang bersama almarhum ibu kami mendapat kepercayaan dari sekolah tersebut untuk menjalani pelatihan dasar kemiliteran dan kepalangmerahan diMilitaire Academie (MA) Kotabaru Yogyakarta sekitar Juli 1946 selama dua minggu. Selain itu, ternyata saudara sekandung Retno Sriningsih yakani Retno Triningsih adalah juga peserta pelatihan yang dikhususkan bagi para pelajar setingkat SMP dan SMA yang kemudian dikenal dengan namaTentara Pelajar Brigade 17 TNI tinggal di Australia sebagai diaspora Indonesia.
Cerita sukses Diaspora Indonesia terjadi di berbagai bidang kehidupan dan penjuru dunia internasional. Dalam pelajaran sejarah dunia dijelaskan tentang pengiriman sejumlah besar warga masyarakat etnik Jawa, khususnya dari wilayah yang kita kenal sebagai Provinsi Jawa tengah saat ini ke Suriname. Sebuah daerah atau wilayah yang ketika itu, sekitar tahun 1860 - 1880 belum banyak dikenal dalam pentas dunia. Letaknya ada di Amerika Selatan. Mereka dibawa oleh pemerintah penjajahan Hindia Belanda sebagai budak atau koeli. Siapa sangka bila lebih dari dua abad setelah itu, anak keturunan para budak itu telah menjadi orang yang berkedudukan sangat penting di sana. Yang perlu kita apresiasi adalah semangat hidup dan upaya atau perjuangan mereka sampai mendapat tempat terhormat itu.
Pelajaran besar yang dapat kita petik dari dua tokoh besar dunia itu adalah kegigihan atau semangat juang, kerja keras dan tentu berbekal pendidikan memadai. Mereka berdua telah membuktikan dirinya sebagai pejuang tangguh. Meski didera kasus Century yang selain mengandung aspek hukum yakni tindak pidana korupsi, tapi nuansa politiknya juga sangat kentara. Bank Dunia selaku institusi keuangan internasional tentu saja tidak akan gegagah menarik Sri Mulyani Indrawati ke dalam jajaran pimpinan. Terlalu riskan dan bodoh jika para anggota Dewan Direktur Bank Duni yang sangat mengandalkan kepercayaan masyarakat dunia internasional memaksakan diri merekrut mantan Menteri Keuangan RI itu jika tidak sangat yakin jika seorang Sri Mulyani Indrawati yang negeri asalnya tengah dilanda masalah akut KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Salah satu pendapatnya tentang ketertinggalan pembangunan di Indonesia yang menyebabkan urbanisasi ke pusat (Jakarta) sulit diurai sampai sekarang adalah beban berat gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) di daerah yang porsinya mendominasi sektor pengeluaran dalam APBD. Pernyataan ini tentu bukan tanpa alasan yang sangat kuat. Selama ini, kita tahu bahwa banyak Kabupaten/ Kota yang seolah berjalan di tempat proses pembangunan wilayahnya karena porsi pengeluaran untuk membayar gaji PNS lebih dari 70% seperti di Kabupaten Kebumen dan Klaten Jawa tengah. Kedua daerah itu punya tipe yang relatif sama yaitu tradisional - feodalistik.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.