Oleh: Harris Iskandar, Direktur Pembinaan SMA
Kemendikbud
Pengumuman
BPS menyatakan, pengangguran terbuka tahun ini 6,25% atau 7,39 juta orang,
sedikit meningkat dari angka 6,14% atau 7,24 juta orang pada periode sama tahun
lalu. Selain terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan industri,
pengangguran terbuka disinyalir karena mismatch antara kebutuhan dan kompetensi
pencari kerja.
Pekerja Indonesia dengan latar belakang pendidikan tingggi hanya 10,5
juta orang atau 9,47 %, lebih dari setengah pekerja hanya berpendidikan SD atau
tidak tamat SD. Mismatch juga lebih sering terjadi karena kualitas keterampilan
para pencari kerja untuk kualifikasi jenjang pendidikan tertentu sudah tidak
lagi sesuai dengan tuntutan industri. Ada tuntutan tambahan kompetensi yang
belum banyak disadari oleh sebagian besar pencari kerja Indonesia.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), think-thank negara-negara kaya yang bermarkas di Paris, pada Oktober kemarin merilis hasil survey terbaru -- the Programme for the International Assessment of Adult Competencies (PIAAC). Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC ini diikuti oleh 24 negara dan patner OECD, mengukur keterampilan orang dewasa, 16-65 tahun, sebagian besar pekerja, dalam literasi, numerasi, dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), think-thank negara-negara kaya yang bermarkas di Paris, pada Oktober kemarin merilis hasil survey terbaru -- the Programme for the International Assessment of Adult Competencies (PIAAC). Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC ini diikuti oleh 24 negara dan patner OECD, mengukur keterampilan orang dewasa, 16-65 tahun, sebagian besar pekerja, dalam literasi, numerasi, dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi.
Hasilnya mengkonfirmasi survey
sebelumnya, tapi banyak juga yang mengejutkan, dan membuat sebagian kepala
pemerintahan kebakaran jenggot. Jepang dan Finlandia berada pada urutan
teratas, sementara Spanyol dan Itali jadi juru kunci pada semua kompetensi yang
diukur.
Amerika Serikat ternyata berada di bawah rata-rata internasional untuk semua kompetensi, kecuali literasi. Jerman yang unggul dalam pendidikan dan pelatihan vokasinya berada sedikit lebih baik dari Amerika Serikat, tapi masih berada di bawah negara-negara Nordik yang egaliter dan masyarakatnya menghormati kinerja tinggi (OECD, 2013).
Amerika Serikat ternyata berada di bawah rata-rata internasional untuk semua kompetensi, kecuali literasi. Jerman yang unggul dalam pendidikan dan pelatihan vokasinya berada sedikit lebih baik dari Amerika Serikat, tapi masih berada di bawah negara-negara Nordik yang egaliter dan masyarakatnya menghormati kinerja tinggi (OECD, 2013).
Kompetensi orang dewasa sangat
bervariasi diantara individu dengan latar belakang umur dan tingkat pendidikan
di dalam negara dan antar negara. Keterampilan orang dewasa muda (25 tahun) di
Korea Selatan jauh lebih baik dari pada keterampilan para seniornya (65 tahun),
ini menunjukkan adanya perubahan yang sistematik dan rigor dalam sistem
pendidikan Korea Selatan selama ini.
Meski Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat
mempunyai banyak lulusan perguruan tinggi, tapi ternyata kompetensi literasi,
numerasi dan pemecahan masalah mereka masih di bawah rata-rata internasional.
Fakta ini agak mengkhawatirkan ketika saat ini semua negara mendorong seluruh
warga usia sekolah untuk masuk universitas sebagai tiket untuk mendapat
pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Survey menunjukkan kompetensi
literasi, numerasi dan pemecahan masalah lulusan perguruan tinggi Spanyol dan
Italia tidak lebih baik dari lulusan pendidikan menengah Jepang dan Belanda.
Pelajaran yang sangat jelas: kunci sukses
untuk mempersiapkan warga negara di abad 21 ini adalah dengan memperbaiki mutu pendidikan
menengah (The Economist, 2013).
Calistungtik
Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC dimaksudkan untuk memberi gambaran sejauh mana keterampilan orang dewasa telah dikembangkan, diaktivasi dan digunakan di negara-negara dan patner OECD.
Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC dimaksudkan untuk memberi gambaran sejauh mana keterampilan orang dewasa telah dikembangkan, diaktivasi dan digunakan di negara-negara dan patner OECD.
Mengarungi kehidupan pada abad 21, untuk
menjadi warga negara yang fungsional atau mendapat pekerjaan tetap tidak cukup
hanya berbekal keterampilan baca, tulis, hitung (calistung), tapi juga
kompetensi pemecahan masalah di lingkungan yang syarat dengan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK).
Bekal keterampilan mencari kerja saat
ini dan ke depan bukan lagi calistung, tetapi “calistungtik.” Tidak berlebihan
jika mengatakan bahwa kita telah mengalami sebuah “revolusi senyap” dengan
hadirnya TIK yang telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Tanpa terasa,
makin hari kehidupan kita menjadi makin tergantung pada TIK, beserta gadgetnya,
yang tidak pernah terbayangkan pada tahun 1980-an.
Kemampuan memecahkan masalah keseharian
dengan memanfaatkan TIK yang berlimpah telah diakui secara formal menjadi
kompetensi dasar bagi seluruh warga negara untuk menyesuaikan dengan tuntutan
globalisasi. Kompetensi turunannya termasuk diantaranya kemampuan kerjasama, komunikasi,
dan mengelola waktu.
Survey ini mengukur apa yang kita tahu
dan apa yang kita lakukan dengan pengetahuan itu yang dapat memberi impak
terhadap kehidupan. Orang dewasa yang mempunyai kompetensi “calistungtik” akan
mampu beradaptasi dan berpartisipasi aktif serta mengambil manfaat
sebesar-besarnya dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan. Median upah per jam
pekerja di negara OECD yang mampu menganalisis dan mengevaluasi kompleksitas
informasi teks yang berbasis cetak atau display monitor, 60% lebih tinggi dari
pada upah pekerja yang hanya mampu membaca dan melokalisir sebuah informasi
dari media cetak.
Sebaliknya, orang dewasa dengan
kompetensi rendah akan menghadapi tantangan ekonomi yang besar, cenderung tidak
akan mendapat pekerjaan dan menjadi penganggur serta kesehatannya memburuk.
Negara dengan populasi orang dewasa berkompetensi rendah akan kesulitan
memperkenalkan kebijakan baru, mendesiminasi teknologi baru, mendorong
partisipasi aktif dalam kehidupan demokrasi, mengkampanyekan gaya hidup yang
sehat atau sekadar mengajak bergotongroyong mengembangkan komunitas di
sekitarnya. Bahkan di beberapa negara, mereka cenderung tidak mampu mempercayai
satu sama lain.
Tantangan Indonesia
Setelah sukses melakukan survey di 24
negara dan patner OECD pada tahun lalu, survey yang sama rencananya pada tahun
2015 akan digelar di sembilan negara lainnya: Chili, Yunani, Israel, Lithuania,
Selandia Baru, Singapura, Slovenia, Turki, dan Indonesia (Buckley, 2013).
Alasan masuknya Indonesia ikut berpartisipasi dalam survey keterampilan orang
dewasa dan akan diperbandingkan dengan negara-negara OECD ini, masih belum
jelas.
Mungkin karena posisi Indonesia pada
konstelasi geoekonomi-politik dunia saat ini makin penting, Indonesia merupakan
4 negara dengan populasi terbesar di dunia, dan merupakan 16 ekonomi besar
dunia, yang diprediksi akan segera melompat ke 7 ekonomi besar dunia pada tahun
2030 (McKinsey Global Institute, 2012). Mungkin juga karena lompatan daya saing
Indonesia pada tahun ini, dari posisi 50 ke 38 dari 148 negara, naik 12 poin
dalam Indeks Kompetisi Global (Global Competitiveness Index 2013-2014) yang
dirilis World Economic Forum pada Oktober 2013 lalu. Atau mungkin juga karena
tingginya penetrasi akun facebook dan twitter di Indonesia. Terlepas dari
alasannya, survey keterampilan orang dewasa pada tahun 2015 merupakan tantangan
tersendiri bagi Indonesia. Ada korelasi positif antara hasil PIAAC dengan hasil
PISA (the Programme for International Student Assessment) sebelumnya, tes yang
diberikan kepada siswa umur 15 tahun. Pada tes PISA tahun 2009, dengan peserta
65 negara, Finlandia dan Korea Selatan di urutan pertama sedangkan Indonesia di
papan bawah berada pada peringkat ke-60 untuk sains, 57 untuk membaca,
dan 61 untuk matematika.
Hasil survey PISA terbaru akan segera
dirilis pada 3 Desember 2013 mendatang. Kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan
memecahkan masalah siswa Indonesia terbukti masih rendah. Saat ini Pemerintah
sedang berupaya mengkoreksi kelemahan itu. Kompetensi literasi, numerasi dan
pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi atau calistungtik bagi orang
dewasa Indonesia akan terukur melalui Survey PIAAC itu. Tantangan terbesar
Indonesia terutama beban masa lalu ketika sektor pendidikan bukan merupakan
prioritas pembangunan seperti sekarang. Orang dewasa Indonesia umumnya
berpendidikan rendah. Dari 118,19 juta angkatan kerja saat ini, lebih dari 65%
hanya berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah. Dengan berbagai
upaya meningkatkan layanan akses pendidikan, proyeksi pada tahun 2015
ditargetkan komposisi tingkat pendidikan pekerja Indonesia berubah menjadi 40%
tamat SD, 24% SMP, 16% SMK, 10% SMA, 4% diploma dan 6% universitas (Kemdikbud,
2012).
Mutu pendidikan yang didapatkan juga
masih jauh dari harapan. Mutu pendidikan tentu tidak bisa melebihi mutu
gurunya. Mutu guru Indonesia masih rendah. Rata-rata nasional hasil uji
kompetensi guru pada tahun 2012 dengan rentang 0-100, hanya 44,41 untuk guru
TK, 39,91 untuk guru SD, 48,61 untuk guru SMP, 43,06 untuk guru SMA, dan 36,40
untuk guru SMK (Kemdikbud, 2012).
Meski progresnya membaik, namun kondisi
ini belum cukup untuk mengungkit kompetensi literasi, numerasi, dan pemecahan
masalah seluruh populasi orang dewasa Indonesia.
Respon Kebijakan
Respon Kebijakan
Pemerintahan baru pada 2015 nanti akan
segera disodorkan dengan masalah ini. Presiden baru nanti dituntut untuk
memberi respon kebijakan yang tepat, baik dalam bidang pendidikan dan
pelatihan, ketenagakerjaan, perpajakan, perindustrian dan lainnya. Kebijakan
Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan respon yang tepat untuk mengatasi
rendahnya kompetensi orang dewasa. Kemdikbud menargetkan angka partisipasi
kasar pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) yang saat ini baru 78% mencapai 97% pada
2020. Namun sejak peluncuran PMU pada 25 Juni 2013 lalu oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, tidak semua pemerintah daerah lantas mengikuti kebijakan
nasional itu dengan menerbitkan peraturan daerah yang mewajibkan seluruh
warganya berusia 15-18 tahun untuk melanjutkan sekolahnya ke pendidikan
menengah atas atau kejuruan.
Kebijakan Kurikulum 2013 juga merupakan
respon yang sangat tepat dan diintensifkan pelaksanaanya. Kurikulum 2013 yang
baru akan diimplementasikan secara penuh di SD, SMP, SMA, dan SMK pada tahun
2015, diharapkan dapat mendongkrak standar akademik dari yang sebelumnya
didominasi oleh kompetensi menghafal dan menganalisa (lower order thinking) ke
kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan memecahkan masalah (higher order
thinking).
Mata pelajaran TIK dihapus karena teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kompetensi dasar yang menjadi bagian dari seluruh mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 2013 menekankan pentingnya kompetensi peserta didik dalam berfikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, berkreasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, menjadi warganegara yang bertanggungjawab dan berkarakter (soft skills). Sangat sejalan dengan instrumen yang digunakan dalam Survey PISA dan PIAAC.
Mata pelajaran TIK dihapus karena teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kompetensi dasar yang menjadi bagian dari seluruh mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 2013 menekankan pentingnya kompetensi peserta didik dalam berfikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, berkreasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, menjadi warganegara yang bertanggungjawab dan berkarakter (soft skills). Sangat sejalan dengan instrumen yang digunakan dalam Survey PISA dan PIAAC.
Untuk mengupgrade kompetensi para
pekerja, dunia usaha dan dunia industri Indonesia selayaknya memberi berbagai
pelatihan yang relevan kepada para pegawai dan para siswa dan mahasiswa yang
magang. Seperti yang dicontohkan oleh Siemens di Berlin yang memberi pelatihan
teknologi, robotik, engineering dan mendril keterampilan literasi dan numerasi
kepada setidaknya 1.350 anak-anak muda, sebagian besar siswa magang, setiap
saat di Pusat Pelatihan Siemens.
Dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebaiknya digunakan untuk mengupgrade kompetensi bagi semua orang dewasa Indonesia, bukan disisipkan atau dioploskan dengan kepentingan pemasaran perusahaan. Kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan juga harus mampu memberi iklim yang kondusif untuk terjadinya upgrading kompetensi ini. Semoga
Sumber : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-bekal-mencari-kerjaDana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebaiknya digunakan untuk mengupgrade kompetensi bagi semua orang dewasa Indonesia, bukan disisipkan atau dioploskan dengan kepentingan pemasaran perusahaan. Kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan juga harus mampu memberi iklim yang kondusif untuk terjadinya upgrading kompetensi ini. Semoga
betul sekali Pak http://kumbangilmiah.blogspot.com sangat setuju
BalasHapus