Senin, 03 Maret 2014

Bekal Mencari Kerja, Bukan Lagi Calistung



Oleh: Harris Iskandar, Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud

Pengumuman BPS menyatakan, pengangguran terbuka tahun ini 6,25% atau 7,39 juta orang, sedikit meningkat dari angka 6,14% atau 7,24 juta orang pada periode sama tahun lalu. Selain terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan industri, pengangguran terbuka disinyalir karena mismatch antara kebutuhan dan kompetensi pencari kerja.

Pekerja Indonesia dengan latar belakang pendidikan tingggi hanya 10,5 juta orang atau 9,47 %, lebih dari setengah pekerja hanya berpendidikan SD atau tidak tamat SD. Mismatch juga lebih sering terjadi karena kualitas keterampilan para pencari kerja untuk kualifikasi jenjang pendidikan tertentu sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan industri. Ada tuntutan tambahan kompetensi yang belum banyak disadari oleh sebagian besar pencari kerja Indonesia.

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), think-thank negara-negara kaya yang bermarkas di Paris, pada Oktober kemarin merilis hasil survey terbaru -- the Programme for the
International Assessment of Adult Competencies (PIAAC). Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC ini diikuti oleh 24 negara dan patner OECD, mengukur keterampilan orang dewasa, 16-65 tahun, sebagian besar pekerja, dalam literasi, numerasi, dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi.

Hasilnya mengkonfirmasi survey sebelumnya, tapi banyak juga yang mengejutkan, dan membuat sebagian kepala pemerintahan kebakaran jenggot. Jepang dan Finlandia berada pada urutan teratas, sementara Spanyol dan Itali jadi juru kunci pada semua kompetensi yang diukur.

Amerika Serikat ternyata berada di bawah rata-rata internasional untuk semua kompetensi, kecuali literasi. Jerman yang unggul dalam pendidikan dan pelatihan vokasinya berada sedikit lebih baik dari Amerika Serikat, tapi masih berada di bawah negara-negara Nordik yang egaliter dan masyarakatnya menghormati kinerja tinggi (OECD, 2013).

Kompetensi orang dewasa sangat bervariasi diantara individu dengan latar belakang umur dan tingkat pendidikan di dalam negara dan antar negara. Keterampilan orang dewasa muda (25 tahun) di Korea Selatan jauh lebih baik dari pada keterampilan para seniornya (65 tahun), ini menunjukkan adanya perubahan yang sistematik dan rigor dalam sistem pendidikan Korea Selatan selama ini.

Meski Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat mempunyai banyak lulusan perguruan tinggi, tapi ternyata kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah mereka masih di bawah rata-rata internasional. Fakta ini agak mengkhawatirkan ketika saat ini semua negara mendorong seluruh warga usia sekolah untuk masuk universitas sebagai tiket untuk mendapat pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Survey menunjukkan kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah lulusan perguruan tinggi Spanyol dan Italia tidak lebih baik dari lulusan pendidikan menengah Jepang dan Belanda. Pelajaran yang sangat jelas: kunci sukses untuk mempersiapkan warga negara di abad 21 ini adalah dengan memperbaiki mutu pendidikan menengah (The Economist, 2013).                                                    

Calistungtik

Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC dimaksudkan untuk memberi gambaran sejauh mana keterampilan orang dewasa telah dikembangkan, diaktivasi dan digunakan di negara-negara dan patner OECD.

Mengarungi kehidupan pada abad 21, untuk menjadi warga negara yang fungsional atau mendapat pekerjaan tetap tidak cukup hanya berbekal keterampilan baca, tulis, hitung (calistung), tapi juga kompetensi pemecahan masalah di lingkungan yang syarat dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Bekal keterampilan mencari kerja saat ini dan ke depan bukan lagi calistung, tetapi “calistungtik.” Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa kita telah mengalami sebuah “revolusi senyap” dengan hadirnya TIK yang telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Tanpa terasa, makin hari kehidupan kita menjadi makin tergantung pada TIK, beserta gadgetnya, yang tidak pernah terbayangkan pada tahun 1980-an.

Kemampuan memecahkan masalah keseharian dengan memanfaatkan TIK yang berlimpah telah diakui secara formal menjadi kompetensi dasar bagi seluruh warga negara untuk menyesuaikan dengan tuntutan globalisasi. Kompetensi turunannya termasuk diantaranya kemampuan kerjasama, komunikasi, dan mengelola waktu.

Survey ini mengukur apa yang kita tahu dan apa yang kita lakukan dengan pengetahuan itu yang dapat memberi impak terhadap kehidupan. Orang dewasa yang mempunyai kompetensi “calistungtik” akan mampu beradaptasi dan berpartisipasi aktif serta mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan. Median upah per jam pekerja di negara OECD yang mampu menganalisis dan mengevaluasi kompleksitas informasi teks yang berbasis cetak atau display monitor, 60% lebih tinggi dari pada upah pekerja yang hanya mampu membaca dan melokalisir sebuah informasi dari media cetak.

Sebaliknya, orang dewasa dengan kompetensi rendah akan menghadapi tantangan ekonomi yang besar, cenderung tidak akan mendapat pekerjaan dan menjadi penganggur serta kesehatannya memburuk. Negara dengan populasi orang dewasa berkompetensi rendah akan kesulitan memperkenalkan kebijakan baru, mendesiminasi teknologi baru, mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan demokrasi, mengkampanyekan gaya hidup yang sehat atau sekadar mengajak bergotongroyong mengembangkan komunitas di sekitarnya. Bahkan di beberapa negara, mereka cenderung tidak mampu mempercayai satu sama lain.

Tantangan Indonesia

Setelah sukses melakukan survey di 24 negara dan patner OECD pada tahun lalu, survey yang sama rencananya pada tahun 2015 akan digelar di sembilan negara lainnya: Chili, Yunani, Israel, Lithuania, Selandia Baru, Singapura, Slovenia, Turki, dan Indonesia (Buckley, 2013). Alasan masuknya Indonesia ikut berpartisipasi dalam survey keterampilan orang dewasa dan akan diperbandingkan dengan negara-negara OECD ini, masih belum jelas.

Mungkin karena posisi Indonesia pada konstelasi geoekonomi-politik dunia saat ini makin penting, Indonesia merupakan 4 negara dengan populasi terbesar di dunia, dan merupakan 16 ekonomi besar dunia, yang diprediksi akan segera melompat ke 7 ekonomi besar dunia pada tahun 2030 (McKinsey Global Institute, 2012). Mungkin juga karena lompatan daya saing Indonesia pada tahun ini, dari posisi 50 ke 38 dari 148 negara, naik 12 poin dalam Indeks Kompetisi Global (Global Competitiveness Index 2013-2014) yang dirilis World Economic Forum pada Oktober 2013 lalu. Atau mungkin juga karena tingginya penetrasi akun facebook dan twitter di Indonesia. Terlepas dari alasannya, survey keterampilan orang dewasa pada tahun 2015 merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia. Ada korelasi positif antara hasil PIAAC dengan hasil PISA (the Programme for International Student Assessment) sebelumnya, tes yang diberikan kepada siswa umur 15 tahun. Pada tes PISA tahun 2009, dengan peserta 65 negara, Finlandia dan Korea Selatan di urutan pertama sedangkan Indonesia di papan bawah berada pada peringkat ke-60 untuk sains,  57 untuk membaca, dan 61 untuk matematika.

Hasil survey PISA terbaru akan segera dirilis pada 3 Desember 2013 mendatang. Kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan memecahkan masalah siswa Indonesia terbukti masih rendah. Saat ini Pemerintah sedang berupaya mengkoreksi kelemahan itu. Kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi atau calistungtik bagi orang dewasa Indonesia akan terukur melalui Survey PIAAC itu. Tantangan terbesar Indonesia terutama beban masa lalu ketika sektor pendidikan bukan merupakan prioritas pembangunan seperti sekarang. Orang dewasa Indonesia umumnya berpendidikan rendah. Dari 118,19 juta angkatan kerja saat ini, lebih dari 65% hanya berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah. Dengan berbagai upaya meningkatkan layanan akses pendidikan, proyeksi pada tahun 2015 ditargetkan komposisi tingkat pendidikan pekerja Indonesia berubah menjadi 40% tamat SD, 24% SMP, 16% SMK, 10% SMA, 4% diploma dan 6% universitas (Kemdikbud, 2012).

Mutu pendidikan yang didapatkan juga masih jauh dari harapan. Mutu pendidikan tentu tidak bisa melebihi mutu gurunya. Mutu guru Indonesia masih rendah. Rata-rata nasional hasil uji kompetensi guru pada tahun 2012 dengan rentang 0-100, hanya 44,41 untuk guru TK, 39,91 untuk guru SD, 48,61 untuk guru SMP, 43,06 untuk guru SMA, dan 36,40 untuk guru SMK (Kemdikbud, 2012).
Meski progresnya membaik, namun kondisi ini belum cukup untuk mengungkit kompetensi literasi, numerasi, dan pemecahan masalah seluruh populasi orang dewasa Indonesia.

Respon Kebijakan

Pemerintahan baru pada 2015 nanti akan segera disodorkan dengan masalah ini. Presiden baru nanti dituntut untuk memberi respon kebijakan yang tepat, baik dalam bidang pendidikan dan pelatihan, ketenagakerjaan, perpajakan, perindustrian dan lainnya. Kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan respon yang tepat untuk mengatasi rendahnya kompetensi orang dewasa. Kemdikbud menargetkan angka partisipasi kasar pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) yang saat ini baru 78% mencapai 97% pada 2020. Namun sejak peluncuran PMU pada 25 Juni 2013 lalu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tidak semua pemerintah daerah lantas mengikuti kebijakan nasional itu dengan menerbitkan peraturan daerah yang mewajibkan seluruh warganya berusia 15-18 tahun untuk melanjutkan sekolahnya ke pendidikan menengah atas atau kejuruan.

Kebijakan Kurikulum 2013 juga merupakan respon yang sangat tepat dan diintensifkan pelaksanaanya. Kurikulum 2013 yang baru akan diimplementasikan secara penuh di SD, SMP, SMA, dan SMK pada tahun 2015, diharapkan dapat mendongkrak standar akademik dari yang sebelumnya didominasi oleh kompetensi menghafal dan menganalisa (lower order thinking) ke kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan memecahkan masalah (higher order thinking).

Mata pelajaran TIK dihapus karena teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kompetensi dasar yang menjadi bagian dari seluruh mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 2013 menekankan pentingnya kompetensi peserta didik dalam berfikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, berkreasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, menjadi warganegara yang bertanggungjawab dan berkarakter (soft skills). Sangat sejalan dengan instrumen yang digunakan dalam Survey PISA dan PIAAC.

Untuk mengupgrade kompetensi para pekerja, dunia usaha dan dunia industri Indonesia selayaknya memberi berbagai pelatihan yang relevan kepada para pegawai dan para siswa dan mahasiswa yang magang. Seperti yang dicontohkan oleh Siemens di Berlin yang memberi pelatihan teknologi, robotik, engineering dan mendril keterampilan literasi dan numerasi kepada setidaknya 1.350 anak-anak muda, sebagian besar siswa magang, setiap saat di Pusat Pelatihan Siemens.

Dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebaiknya digunakan untuk mengupgrade kompetensi bagi semua orang dewasa Indonesia, bukan disisipkan atau dioploskan dengan kepentingan pemasaran perusahaan. Kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan juga harus mampu memberi iklim yang kondusif untuk terjadinya upgrading kompetensi ini. Semoga
Sumber : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-bekal-mencari-kerja

1 komentar:

  1. betul sekali Pak http://kumbangilmiah.blogspot.com sangat setuju

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.